PENDIDIKAN, korantangsel.com- Tempe, sering dikenal sebagai makanan tradisional khas Indonesia yang mudah untuk diolah menjadi berbagai macam makanan. Harganya yang terjangkau, serta rasanya pun mudah diterima oleh semua kalangan membuat tempe menjadi menu andalan orang Indonesia. Siapa sangka makanan yang berasal dari kacang kedelai ini, dinobatkan sebagai salah satu makanan vegan terbaik di dunia. Bahkan, nama tempe pun melesat menjadi perbincangan masyarakat Eropa, khususnya bagi para vegetarian.
Research Mentor Binus School Simprug, Ms. Savita mengungkapkan
mesin tempe ini tercetus karena melihat popularitas tempe di Eropa meningkat. Sehingga,
membuat dua siswa Binus School Simprug bernama Kenneth William Santoso dan
Davrell Mylka Jowkins terlibat dalam proyek Portable Machine of Tempeh Making
(mesin pengolah tempe). Dimana, teknologi ini dipamerkan langsung ke masyarakat
Eropa di ajang Ars Electronica Festival 2023 di Gedung POSTCITY Linz, Kota
Linz, Austria pada 6 hingga 10 September 2023.
“Kemarin di pameran kami (Binus School Simprug,red)
mengusung tema “Tempeh Universe: Revealing the Secret of Tempeh – Indonesian
Food Heritage and Vegan Life” dan menampilkan Portable Machine of Tempeh Making
yang merupakan teknologi pengolah kedelai hingga menjadi tempe,” katanya.
“Langkah pertama mesin adalah merendam kedelai selama enam
jam sambil mesin berosilasi maju mundur untuk memastikan terpisahnya kulit dari
biji. Kedua, mesin akan membuat air kedelai mencapai suhu mendidih. Ketiga,
mesin akan meningkatkan kecepatan putarannya untuk memastikan pemisahan
sempurna antara kulit dan biji kedelai,” jelasnya.
Ia menambahkan, mesin ini juga akan menambahkan ragi sebagai
bahan dasar pengolahan kedelai menjadi tempe. Temperatur dari mesin ini pun
menyesuaikan dengan suhu ruangan yang juga dilengkapi dengan sirkulasi udara
agar dapat berfermentasi.
“Hasil dari proses yang sudah dikendalikan ini adalah
terciptanya masakan tempe secara utuh. Mesin ini menjalankan seluruh proses mulai
dari kedelai hingga tempe. Sehingga, menawarkan
kualitas yang konsisten kepada konsumen dengan lebih sedikit pekerjaan,” paparnya.
Rencananya, Savita menambahkan Portable Machine of Tempeh
Making akan dipasarkan di negara-negara non-Asia kecuali Jepang. Dengan tujuan
mempromosikan makanan tradisional khas Indonesia kepada dunia.
Sementara itu, Kepala Sekolah Binus School Simprug, Mr. Isaac
Koh menuturkan bahwa setiap bakat dan minat dari siswa harus terus didukung
agar bisa terasah. Sehingga, potensinya
bisa berdampak untuk orang banyak.
“Selama mengikuti pameran di Austria, respon yang kami dapat
sangat luar biasa. Terlihat banyak orang
di Eropa yang sangat tertarik dengan teknologi pengolah tempe ini, mereka juga
tampak suka dengan makanan-makanan olahan yang berasal dari tempe,” ungkap Ms.
Savita. (Dini)