TANGERANG SELATAN,korantangsel.com- Beberapa tahun terakhir ini, marak terjadi aksi Premanisme Penagih Kartu
Kredit macet atau Debt Collector di tanah air. Masyarakat mengeluhkan perilaku
terror dan tindakan kasar Debt Collector suruhan bank-bank ini yang semakin
meresahkan.
Sebelumya kejadian pada seorang pemegang
Kartu kredit bernama Victoria SB yang diteror oleh Debt Collector dari Bank
Standard Chartered yang kemudian bank tersebut telah terbukti bersalah dan
dihukum oleh Mahkamah Agung pada tanggal 13 Oktober 2013 dengan membayar denda
1 Milyar rupiah akibat tindakannya menggunakan Pihak lain/ penagih yang
terbukti melanggar Peraturan Bank Indonesia dan Perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia.
Kasus serupa juga di alami oleh nasabah
kartu kredit Citibank Irzen Octa yang tewas akibat ulah para Debt Collector
CitiBank 5 (lima) tahun silam. Banyaknya kasus aksi Premanisme Penagih
tunggakan Kartu Kredit Suruhan Bank tersebut juga di alami baru-baru ini oleh
seorang nasabah kartu Kredit BNI MasterCard inisial Mr.TA.
Melalui kuasa hukumnya Adv. Toni Sastra,
S.H pada kantor hukum TOSA & PARTNERS di kawasan Ciputat menjelaskan,
“Klien nya tersebut Trauma yang sangat mendalam akibat ulah Debt Collector BNI
yang mempermalukan dirinya di lingkungan kediaman ibu mertuanya, bahkan teror
serta ancaman yang dikhawatirkan berujung kepada hilangnya nyawa mertuanya
menjadi ketakutan bagi Klien saya,” kata Toni.
“Awalnya Klien saya memiliki batas
kredit sekitar 15 juta rupiah, beberapa tahun pertama pembayaran lancar, sampai
usahanya bangkrut, klien saya kesulitan menutup kartu kredit tersebut, namun
Debt Collector suruhan bank BNI ini udah mengancam dan meneror kediaman
mertuanya, dimana seharusnya mereka menagih kealamat klien saya di medan karena
udah pindah domisili kesana,” tegas Adv.Toni.
Lanjut Toni, Puncak kejadian kamis, 7
april 2016, sekitar jam 15.00 WIB, pasukan Debt Collector BNI mendatangi
kediaman mertua si Klien kami di bilangan depok, berteriak-teriak di lingkungan
tersebut dengan kata-kata kasar, masuk kerumah memakai sepatu, membentak ibu
mertunya, menyuruh mertuanya melunasi hutang tersebut, menekan secara verbal
agar menantunya membayar sekarang juga, mereka datang tanpa-tanda pengenal.
Apakah debt Collector ataupun Preman, untungnya jauh-jauh hari sebelum itu,
Klien kami pada saat pertemuan dengan Penagih hutang tersebut sempat meminta di
Copy Surat Tugas mereka atau Surat Perintah Kerja, di situ tertera salah
satunya bernama Dominggos dan agustinus, dikenal sebagai kepalanya dari mereka,
aksi premanisme tersebut membuat klien kami berfikir 1000 kali bagaimana agar
dengan urusan kartu kredit BNI ini bisa selesai, mengingat kejadian-kejadian sebelumnya
yang di alami oleh nasabah penunggak lain yang sampai meregang nyawa.
Hal tersebut tidak lepas juga mengingat
mertuanya di rumah kadang sering sendirian, karena anak-anaknya juga kerja.
Makanya pada tanggal 13 April 2016, klien kami membayar dan melunasi hutang
tersebut sembari menyambangi divisi Collection BNI di kawasan Jakarta Kota.
Terlihat jelas arogansi dari BNI ketika
menentukan jumlah yang seharusnya di bayar oleh Klien kami, si petugas BNI
tersebut malah seperti menanyakan kepada Si Debt Collector, padahal mereka
adalah Penerbit dan Klien kami semula melakukan kesepakatan kepada BNI, ini
seperti Si debt Collector Penguasanya, Ungkap Adv. Toni.
Melihat gerak gerik pegawai tersebut
yang bernama Sari sangat menggambarkan perilaku Debt Collector mereka di
lapangan. Pasalnya si Pegawai Tersebut saat melayani klien kami tidak
menggunakan tanda pengenal, pantaslah si debt Collector tersebut sama halnya di
lapangan.
Telah di uraikan cerita ini sebetulnya
kepada assisten manager divisi Collection BNI tersebut namun mereka melempar
bola kepada Perusahaan Debt Collector tersebut. Karena pengaduan klien kami ini
tidak di indahkan dan BNI merasa tidak bertanggung jawab akibat ulah debt
Collector tersebut, akhirnya Klien kami membawa persoalan ini ke ranah hukum.
Melalui Kuasa Hukum Adv. Toni Sastra,
S.H, pada tanggal 16 April 2016, Klien kami telah melayangkan Somasi kepada
Direktur Utama PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk agar bertanggung jawab
atas peristiwa ini, mengingat ini sudah melampaui batas kemanusiaan.
Mertua klien kami sampai sekarang
trauma, di sambangi banyak pria kasar sampai jam 21.00 malam, sangat mungkin
sekali ibu itu merasa terancam akan nyawanya. Klien kami juga di keluarga sudah
hancur nama baiknya. Beliau sudah mengikrarkan membawa ini kemanapun sampai ada
pihak yang bertanggung jawab, ujar Adv. Toni
Klien saya juga Advokat, dia tahu aturan
mainnya, Cuma permasalahannya dia sedang di kampung menyusun kembali kekuatan
agar bisa kembali berkerja di Jakarta. Tegas Adv. Toni yang juga ketua Adokat
di DPD K.A.I di Banten.
Kami rasa ini udah terjadi Perbuatan
melawan hukum dan dugaan tindak pidana Perbuatan tidak menyenangkan 335 (KUHP)
jo Pemerasan dengan Ancaman 368 (KUHP) danatau 369 (KUHP) serta pasal 27 Nomor
11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik jo 55 (KUHP) turut
serta yang di lakukan oleh Bank BNI. Ini kita lihat ada tidak keterlibatan atau
pembiaran dari perusahaannya dengan modus-modus premanisme seperti ini.
“Karena Bank kan menganut prinsip
kehati-hatian. Lagi pula di Peraturan bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 serta
surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP 2012 tegas kok mengatur itu semua
mana yang melanggar mana yang tidak, mana yang harus menjadi kepatuhan bank
tentang kerjasama dengan pihak lain,”. Ungkap Toni.
“Kita akan konsen bawa ini ke pidana dan
perdata, termasuk Direktur Utamanya sebagai direksi yang bertindak untuk dan
atas nama PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk , apalagi klien kami sangat
support dengan perkara ini, atensinya tinggilah, jadi kami akan kejar semuanya.
Agar ini menjadi contoh kepada Bank-Bank lain dan memikirkan ulang pengawasan
mereka terhadap pihak lain yang mereka kerjasamakan,” Tegas Toni Sastra.
(korantangsel.com,
zulkarnaen)