BREAKING NEWS

Sunday, December 20, 2015

PERCERAIAN MENINGKAT,DAMPAK BURUK BAGI ANAK

perceraian
TANGERANG RAYA,korantangsel.com- Angka perceraian di Indonesia, nampaknya sudah benar-benar memprihatinkan. Hampir setiap harinya kasus perceraian terjadi. Hal tersebut menunjukkan  sangat mudah bagi masyarakat Indonesia untuk memutuskan bercerai.

Berdasarkan data dari Kementerian Agama RI, tahun 2009 angka pernikahan tercatat   2.162.268 kejadian, sedangkan kasus perceraian 216.286 kejadian. Di tahun 2010 angka pernikahan tercatat 2.207.364 kejadian, sedangkan kasus  perceraian sebanyak 285.184 kejadian. Tahun 2011 angka pernikahan tercatat 2.319.821 kejadian, sedangkan kasus perceraian sebanyak 258.119 kejadian. Tahun 2012 angka pernikahan tercatat 2.291.265 kejadian, sedangkan kasus   perceraian sebanyak 372.577 kejadian. Tahun 2013 angka pernikahan sebanyak 2.218.130 kejadian, sedangkan kasus  perceraian sebanyak 324.527 kejadian.

Jadi, jika diambil tengahnya, angka perceraian di dua tahun itu terjadi sekitar 350.000 kasus. Itu artinya, dalam satu hari rata-rata terjadi 959 kasus perceraian atau 40 perceraian setiap jam.

Muhamad Agus Syafii, Pendiri Rumah Amalia Ciledug mengatakan, berdasarkan  penelitian menyebutkan perceraian memberikan dampak negatif yang cukup besar pada anak-anak.

Misalnya, lanjut Agus, remaja yang menyaksikan kedua orang tuanya bercerai, lebih berpotensi mengalami masalah kesehatan. Seperti sakit kepala, susah tidur, tegang, pusing, hingga kehilangan selera makan.

Sementara untuk anak-anak, ungkapnya, hidup dengan salah satu orang tua setelah perceraian akan berakibat lebih buruk. Pasalnya, perceraian diketahui dapat meningkatkan risiko gangguan psikis pada anak-anak.

 Selain itu, ternyata praktek asuh bersama, yakni dimana anak-anak bergantian menghabiskan waktu dengan masing-masing orang tua-nya dapat menyebabkan stres.

Dari studi sebelumnya, menurutnya, menunjukkan seorang anak yang hidup dengan orang tua yang terpisah lebih mudah terkena masalah emosi dan perilaku dibandingkan dengan anak yang hidup dengan keluarganya intinya.
"Sehebat apapun kita dibidang karier, namun kita gagal membangun rumah tangga maka kita disebut sebaga orang yang gagal. Sekalipun dibidang karier kita biasa saja, namun kita berhasil membangun rumah tangga maka kita disebut sebagai orang yang sukses," ucapnya.

(Korantangsel.com,dini)


Share this:

 
Copyright © 2014 RANSEL. Designed by OddThemes