TANGERANG SELATAN,korantangsel.com- Kepala DTKBP
(Dinas Tata Kota Bangunan dan Pemukiman) Dendy Priandana termasuk pejabat yang
tengah disorot. Gara-garanya pekerjaan di instansi yang dipimpin Dendy banyak
proyek mangkrak. Pada tahun 2014 saja, total ada 73 paket proyek fisik, 14
paket diantaranya tidak kelar. Puluhan paket proyek ini anggaran totalnya
sebesar Rp395,1 miliar.
Paket proyek terdiri dari pembangunan kantor kelurahan sebanyak
13 proyek. Aula kantor sebanyak enam paket. Interior kantor kelurahan dua
paket. Pembangunan ruang tambah, ruang kelas 27 paket. Pembangunan rumah tidak
layak sebanyak 15 paket.Pembangunan Tugu Batas Kota lima paket serta
Pembangunan TPS 3R sebanyak lima paket. Dari puluhan paket pekerjaan, tidak
semua yang selesai 100 persen.
Buruknya kinerja Dendy bahkan membuat Sekretaris Komisi IV
DPRD Aguslan Busro pusing. “Pusing saya dengan DTKBP, kerjanya nggak
beres. Kita sudah panggil agar kerja benar, tapi gitu lagi, gitu lagi, tak ada
peningkatan kinerja,” katanya, saat dihubungi melalui telepon genggam, kemarin.
Dirinya sudah berkoordinasi dengan internal komisi untuk
melakukan pemanggilan mempertanyakan kinerjanya yang jeblok.
Direktur Sekolah Demokrasi Deddy Ramanta mengatakan buruknya
kinerja DTKBP disebabkan kuatnya tarik menarik antara pihak ketiga dengan kuasa
pengguna anggaran dalam hal pembagian komisi proyek. Kondisi ini berdampak
kepada lambannya pengerjaan dan buruknya pengerjaan kegiatan yang digarap
DTKBP. “Yang terjadi untuk menghemat uang karena besarnya fee untuk pejabat.
Pihak ketiga pun meminimalisasi anggaran kegiatan. Kerjaan banyak tidak beres
dan tidak sesuai spek,” imbuhnya.
Ia menilai bila budaya itu tidak diubah, tidak ada perubahan
dalam hal serapan anggaran diinstansi tersebut. “Sudah menjadi rahasia umum
bila oknum PNS kaya lantaran mendapat jatah fee proyek. Bila mengandalkan gaji
dari mana mereka dapat uang membeli rumah mewah atau mobil mewah?, Tanya Deddy.
Solusi yang ditawarkan Deddy adalah mengubah mental para
birokrat agar tidak berselingkuh dengan pengusaha dalam mengatur bagi-bagi
proyek. Caranya dengan membuka ruang sebesar-besarnya dalam setiap pengadaan
proyek. “Lewat situs internet yang dibuka oleh setiap SKPD bisa menjadi solusi.
Itupun kalau ada kemauan dari pejabat, sebab dengan melakukan ini sama saja
dengan memotong “rezeki” mereka,” ujarnya.
Pengamat Politik Djaka Badranaya berpandangan kalau mengikis
adanya permainan proyek dengan melakukan evaluasi setiap bulan. Instansi rutin
mengawasi jalannya pengerjaan proyek, bila ini dilakukan pengerjaan bisa
berjalan baik. Kembali lagi, bisa tidak hal itu dikerjakan karena sudah menjadi
rahasia umum kalau bagi-bagi proyek sering terjadi.
Djaka menilai harus ada kemauan dari pembuat kebijakan untuk
mengubah ini. Bila tidak dilakukan, rasanya sulit anggaran terserap secara
maksimal. “Kalau sudah begini, ini menjadi tugas kita untuk mengawasi jalannya
pemerintahan,” katanya.
(korantangsel.com, usni)