TANGERANG
SELATAN,korantangsel.com- Setelah
pemerintah resmi menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Seperti yang kita
ketahui Harganya Premium kini menjadi Rp 8.500/ liter, naik Rp 2.000 dari
sebelumnya Rp 6.500/ liter sedangkan Harga Solar menjadi Rp 7.500 / liter.
Naik Rp 2.000 dari sebelumnya Rp 5.500/ liter.
Alasan
rencana kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi sampai dengan
Rp2000/liter ini disebabkan defisit APBN yang mencapai108
triliyun padahal sama sekali belum ada transparansi APBN
2014 (Pernyataan Rieke, ROL 8 November 2014).
Disamping itu alasan
untuk menaikan harga BBM sangat kontradiktif dengan kondisi harga minya duniak
yang sedang turun dari US$ 112 pada tahun 2011 menjadi US$ 110 pada tahun 2014
(www.bbc.co.uk).
Pemerintah Jokowi-JK
seperti tuli dan enggan mendengarkan aspirasi masyarakat, padahal penolakan
atas kenaikan harga BBM terjadi di mana-mana. Kita tentu tidak lupa bahwa dalam
setiap kampanye-kampanyenya Jokowi selalu berjanji akan mengutamakan
kepentingan “wong cilik” “pro rakyat”, faktanya Jokowi justru pro asing dengan
mengikuti keinginan bank dunia menaikan harga BBM, dan lupa terhadap substansi
masalah BBM, yaitu Mafia Migas, dan Liberalisasi pengelolaan Migas.
Kenaikan BBM jelas
memberikan multiplayer effect terhadap rakyat Indonesia, terutama
rakyat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah, kesenjangan akan semakin
meningkat, warga miskin akan bertambah. Efek dari perencanaan kenaikan
harga BBM telah terlihat beberapa minggu sebelum keputusan kenaikan (harga
cabai naik hingga 150% dalam harian kompas 12 November 2014), kini kita
tinggal menunggu harga-harga lainnya melambung tinggi. Ini tentu
memberatkan perekonomian rakyat kecil. Mereka akan mati perlahan-lahan.
Kenaikan harga BBM
yang tidak disertai dengan solusi cepat dan tepat atas kondisi
rakyat. Keputusan ini sangat beorientasi bisnis yang merupakan watak neolib
yang menandakan tunduknya pemerintah terhadap Asing. Permasalahan ini
tentu sangat berkaitan erat dengan beberapa kementrian kabinet
kerja diantaranya : Menko perekonomian, kementrian ESDM, dan
kementrian BUMN yang merupakan antek neolib. Para pelaku tersebut :
Sofyan Djalil, Rini Soemarno, dan Sudirman said.
Perilaku tersebut juga
diperkuat oleh payung hukum yang melestarikan para “Mafia Migas”, yaitu UU
Migas No.22 tahun 2001. UU migas berdampak sistemik terhadap kehidupan rakyat
dan dapat merugikan keuangan negara, sebab UU migas membuka liberalisasi
pengelolaan migas yang sangat didominasi oleh perusahaan asing yang mencapai
90% yang fokus pada upaya pencabutan subsidi BBM.
Maka dari itu KAMMI
ber sikap:
1. Menolak keputusan
pemerintah menaikkan harga BBM, dan menuntut 2. Jokowi-JK untuk mundur dari
Jabatannya karena telah berkhianat terhadap rakyat.
2. Turunkan tiga Menteri
Neolib (Menko perekonomian, Menteri ESDM, dan Menteri BUMN. Sofyan
Djalil, Rini Soemarno, dan Sudirman said)
3. Turunkan Harga Sembako
(korantangsel.com,
ade irfan abdurrahman & susanti ayu)