TANGERANG RAYA,korantangsel.com- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi resmi menyerahkan pembahasan
RUU Pilkada pada 6 Juni 2012. Sebelumnya, pada 8 Februari 2012, Komisi Hukum
DPR sepakat memilih membahas RUU Pilkada.
Kekisruhan seputar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) berawal dari munculnya
usul pemerintah. Salah satu pokok rancangan itu menyebutkan mekanisme pemilihan
kepala daerah dilakukan oleh DPRD.
Dalam pemaparan oleh Gamawan, pemilihan gubernur disarankan ditetapkan oleh DPRD
provinsi melalui suara terbanyak. “Provinsi lebih menjalankan
fungsi koordinatif dalam koridor dekonsentrasi,” kata Gamawan, seperti
dikutip Tempo.co.
Pemerintah mengusulkan hanya bupati dan wali kota saja
dipilih melalui pemilihan langsung. Mekanisme itu dimasukkan dalam Pasal 2 RUU
Pilkada. Pasal itu menyebutkan gubernur dipilih oleh anggota DPRD provinsi
secara demokratis berdasarkan asas langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Namun menurut Alexander Waas SH, dirinya mengatakan bahwa
pemilihan kepala daerah atau lainnya, hematnya adalah mekanisme pemilihan yang
dipilih oleh DPRD (perwakilan rakyat) “sudah jelas memang adanya landasan hukum
yang kuat dan tertuang dalam Dasar Negara Kita yaitu Pancasila, di sila ke 4,
yang berbunyiKerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, berarti kita ini sudah jelas hanya tinggal di
laksanakan saja, ga susah Cuma hanya ikuti peraturan yang berlaku, lahiriahnya
kita pun akan menjadi rakyat yang mengawasi pilkada tersebut,” kata Ketua
Benteng Komando Rakyat Anti Korupsi, yang sekaligus Ketua HAMI DPD Banten di
ruang kerjanya.
(korantangsel.com,
iyar)