TANGERANG
SELATAN,korantangsel.com- Tim pasangan
Calon Presiden nomor urut 1 Prabowo-Hatta menolak menandatangani hasil rapat
pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara pemilu presiden dan wakil
presiden 2014 yang digelar KPU Kota Tangsel. Tidak hanya menolak, tim
Prabowo-Hatta juga menuntut Pemilihan Suara Ulang (PSU) di seluruh wilayah di
Kota Tangsel.
Berdasarkan hasil
pleno, pasangan nomor urut 2 jokowi-JK unggul di Kota Tangsel. Prabowo-Hatta
mendapat suara 336.141 atau 48,30 persen dan pasangan Jokowi-JK mendapat
359.788 suara atau 51,70 persen pemilih. Sementara jumlah suara sah 695.929,
suara tidak sah 6.549. Total partisipasi 702.478 atau 69,06 persen.
Anggota Tim
Prabowo-Hatta, M. Lutfi mengatakan alasan penolakannya didasari karena
tim pasangan nomor urut 1 memiliki rasa ketidakpuasan atas proses pemilihan
yang dilakukan penyelenggara pemilu. Pada tahap proses di Tempat Pemungutan
Suara (TPS) lalu, Lutfi menilai kurang adanya transparansi.
Jumlah pemilih yang
datang dari daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) atau C7 tidak terlaporkan
secara persis. Panitia menolak saat pihak saksi pasangan Prabowo-Hatta meminta
untuk mengetahui jumlah DPKTb pada tiap TPS.
"Tiap TPS jumlah
DPKTb jika di atas 30 sebenarnya sudah rawan. Kami menolak menandatangani
berita hasil rekapitulasi KPU Tangsel. Dan kami menuntut adanya PSU,"
katanya, saat ditemui di sela-sela rapat pleno, di sebuah rumah makan, di
Serpong, kemarin.
Ketua DPD PDI
Perjuangan Banten Ribka Tjiptaning yang turut hadir dalam rapat pleno menilai
lucu tuntutan tim Prabowo-Hatta karena baru dikemukan sekarang. Dirinya
menyangkan kenapa persoalan tersebut tidak dimasalahkan sejak dari penghitungan
di TPS. Ribka pun menuding PSU ini merupakan strategi tim Prabowo-Hatta di Kota
Tangsel. “Jadi kalau mereka kalah, tuntutan PSU pasti dikemukakan. Ini
permainan lama,” ketusnya. Ribka menilai kondisi demikian karena lahir akibat
masih minimnya pendidikan politik di masyarakat. "Kalau memang mau protes
harusnya sebelum hasil perolehan suara diumumkan. Padahal apa yang dikritisi itu
kan jika memang benar terbukti sudah terjadi pada tingkat bawah,"
ungkapnya.
Meski demikian,
Ribka mengaku sangat mengapresiasi warga Tangsel yang sudah mempercayakan
pasangan Jokowi-JK untuk maju memimpin negeri ini. "Saya sebenarnya sangat
menyayangkan sampai adanya PSU di TPS 28 Serpong Utara kemarin. Apalagi sampai
mengurangi suara pasangan nomor urut 2," tandasnya.
Anggota KPU Kota
Tangsel, Badrussalam mengatakan, tahap pleno rekapitulasi di tingkat KPU pada
dasarnya yang perlu dikritisi oleh masing-masing pihak adalah terkait
pengawalan surat suara, dalam hal ini jika ada selisih suara dari tingkat
panitia pemungutan suara (PPS) Kelurahan, PPK, sampai dengan KPU kota.
"Kalau mau protes
silahkan, tinggal tulis saja apa yang dikritisi buat berita acara,"
ujarnya.
Badrussalam menampik
adanya pelanggaran proses pemilu sejak dari tingkat TPS. Hal itu dikuatkan,
dalam laporan pleno prosesnya turut dibubuhi tandatangan oleh masing-masing
saksi dari tiap pasangan calon dan panitia penyelenggara. "Kalau memang
ada penolakan dari salah satu kubu mengapa mereka menandatangani berita
acaranya,” elaknya.
(korantangsel.com,
dus & ayla)