TANGERANG
RAYA,korantangsel.com- Sifat
egois orang tua yang selalu memaksa anak mengikuti berbagai les mata pelajaran
usai jam sekolah, ternyata dapat berdampak negatif pada anak. Sebab, anak akan
kehilangan waktu bermain dan mengalami kelelahan mental dan fisik.
"Kegiatan bermain masih
dipandang orangtua di Indonesia sebagai hal yang kurang penting. Waktu anak
harus digunakan untuk belajar, belajar, dan belajar. Padahal, yang mengasah
daya kreativitas anak itu justru ada pada kegiatan bermain," kata psikolog
anak Tika Bisono dalam acara talkshow bertajuk Memilih Mainan Yang Tepat Untuk
Anak yang diselenggarakan Faber Castell beberapa waktu lalu.
Tika mengungkapkan, hasil kajiannya
dalam beberapa orang dewasa yang selalu berbuat hal yang tidak baik atau gagal,
karena ada beberapa dari sembilan elemen kecerdasan yang hilang atau tidak
dirasakannya saat masih berusia kanak-kanak.
"Hal itu bisa terjadi akibat
kesalahan orangtua dalam mengasuh dan mendidik anak. Mayoritas orang tua di
Indonesia mengira pada usia 3-6 tahun, anak belum penting mengembangkan diri
karena pada usia itu anak umumnya masih menjadi sosok penurut," katanya.
Padahal, menurut Tika, anak seusia
itu juga sudah punya jati diri. Dampaknya memang tidak langsung terlihat saat
itu juga, tetapi berkembang saat dewasa kelak," kata Tika.
Ditegaskan, anak bukan orang dewasa
kecil atau miniatur orang dewasa. Anak harus dilihat sebagai anak. Anak
merupakan individu yang sedang belajar konsep.
Hal senada dikemukakan Managing
Director PT Faber-Castell International Indonesia Yandramin Halim. Anak
sebaiknya tidak diberi permainan berteknologi tinggi lewat smartphone sepanjang
hari karena hal itu justru cenderung membuat anak pasif.
Menurut Yandramin Halim, kreativitas
dapat diperoleh dari lingkungan terdekat seperti keluarga dan sekolah. Caranya
dengan mengusung permainan seperti menggambar dan mewarnai, menyusun atau
merakit, bermain peran, membuat prakarya, dan bermain di alam bebas.
Halim bercerita, ia lebih suka
menerima kartu ucapan selamat ulang tahun hasil kreasi dari tangan anaknya
sendiri ketimbang membeli. Meski terlihat tidak bagus seperti buatan pabrik,
namun ada kreativitas yang tidak bisa ditiru.
"Kepercayaan anak lebih tinggi
untuk menampilkan karya gambarnya yang dibuat dengan pensil dibanding dibantu
teknologi, karena itu, PT Faber-Castell banyak meluncurkan berbagai permainan
yang dapat memacu daya kreativitas anak-anak,” ungkap Yandramin.