TANGERANG
RAYA,korantangsel.com- Aksi Jalan Kaki
petani Ogan Ilir Sumatra Selatan yang menjadi korban pengelolaan tanah yang
tidak berlandaskan pasal 33 UUD 1945 dan UUPA No.5 tahun 1960, aksi yang di
lakukan oleh para petani ini,menunjukan bahwa hukum yang ada di negeri ini
belum sepenuhnya memihak rakyat.
Sejak tahun 1999
gelombag perlawanan petani Ogan Ilir dengan berbagai cara, mulai dari aksi
perwakilan ke institusi Negara, aksi masa pendudukan lahan sudah dilakukan
hingga jatuh korban jiwa warga limbang jaya, Angga di tembak mati oleh aparat
Brimob Polda Sumatra Selatan, Juli 2012.
Hingga saat ini belum
ada keseriusan pemerintah untuk menyelesaikan konflik agrarian di Ogan
Ilir,padahal pemerintah sudah membuat program reformasi agrarian dengan
menyediakan 7,3 juta Ha lahan,jika di bandingkan dengan Hak Guna Usaha (HGU)
yang di berikan kepada perusahaan perkebunan seluas 15 juta Ha (HGU PTPN VII
Unit Usaha Cinta Manis saat ini 6500 Ha) sungguh sangat timpang struktur
penguasaan tanah oleh rakyat tani di Indonesia.
Akibat dari
ketimpangan struktur penguasaan tanah ,maka konflik agrarian muncul setiap
saat. “Padahal ,kebutuhan tanah untuk rakyat harus dipenuhi lebih
dulu karna rakyat adalah pemiliknya yang sah,dalam UUPA No.5 tahun 1960,tanah
tidak boleh dikomersilkan pemerintah,tapi tanah berpungsi social”tutur Reza
Fahlepi Kordinator Lapangan saat di konfirmasi (5/12).
Aksi jalan kaki para
petani Ogan Ilir ini salah satu bentuk rasa kekecewaan kepada pemerintah
Indonesia dalam penegakan Hukum di negeri ini, para petani berjalan menuju
Pusat Pemerintahan Kota Tangerang untuk meminta dukungannya dalam penyelesaian
sengketa lahan dan selanjutnya para petani ini aka melanjutkan aksinya menuju
Istana Negara.Jakarta, dengan di kawal oleh beberapa mahasiswa yang tergabung
dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Islam Syekh Yusuf Kota
Tangerang, para petani menyuarakan kekecewaannya di depan gedung Puspem Kota
Tangerang.
(korantangsel.com,
dennys)