BREAKING NEWS

Thursday, September 19, 2013

BISNIS EKSPEDISI MASIH ‘SEKSI’

PT EKA SARI LORENA
BISNIS, korantangsel.com- Manisnya ceruk pasar ekspedisi di Indonesia memang masih prospektif, kebutuhan yang terus meningkat diikuti pula dengan bertumbuhnya perusahaan jasa ekspedisi dalam negeri maupun asing . Salah satu perusahaan ekspedisi lokal yang juga ikut merasakan segarnya berbisnis jasa kurir adalah PT. Eka Sari Lorena (ESL).

Managing Director (ESL), Johannes Silalahi mengungkapkan, dari tahun ke tahun tingkat kebutuhan masyarakat akan jasa pengiriman barang terus meningkat khususnya melalui jalur darat. Jika dikalkulasikan, setiap bulan ESL mampu mengangkut 1.700 ton yang dikirim ke seluruh wilayah di Indonesia.
                                            
“Menjelang lebaran dan akhir tahun, perusahaan kargo mengalami peningkatan permintaan. Untuk itu, kami melayani pengiriman paket melalui jalur darat, laut dan udara. Namun, pelayanan melalui jalur darat memiliki porsi terbesar dalam kemajuan bisnis ini, karena nilai ekonomis menjadi keuntungan bagi kami.

“Sejauh ini kami sudah melayani wilayah Sumatera, Jawa, Bali dan Madura yang menggunakan jalur ekspedisi angkutan darat, sedangkan wilayah Sulawesi, Kalimantan, Papua dan pulau lain kami akses melalui udara,” jelas Johannes.

Johannes menambahkan, untuk mendukung bisnis ini, kami menyediakan lebih dari 238 kendaraan operasional dan 450 armada Lorena group. Walaupun bisnis ekspedisi tidak dimiliki oleh ESL saja, Johannes mengklaim bahwa perusahaannya mampu bersaing dengan perusahaan lain. Faktor kecepatan, inovasi serta kreatifitas dalam berbisnis ekspedisi menjadi kunci untuk tetap menjadi yang terdepan.

“Untuk kecepatan pengiriman melalui jalur darat kami berani diadu. Standard kami seperti bus malam Lorena, prinsipnya satu kali enam jam barang yang sudah berada di kantor agen harus sampai kepada alamat yang dituju,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, di bawah kepemimpinan Johannes, dirinya menargetkan tumbuh 30 persen setiap tahunnya. Namun ia mengungkapkan, target itu bisa dicapai jika pemerintah bisa mengatasi kondisi infrastruktur seperti jalan rusak, kapal feri yang kurang baik, kemacetan lalu lintas yang menjadi penghambat bagi para pebisnis ekspedisi.   

 “Jika kondisi ini tidak diatasi secepatnya, waktu tempuh kami lebih lama dijalan dan konsekuensinya ada biaya tambahan yang kami keluarkan. Sedangkan kondisi keamanan saat ini sudah lebih membaik dibanding 15 atau 10 tahun lalu,” jelas Johannes.

Tak kalah dengan kondisi di darat, ekspedisi dengan jalur udara terasa membebani perusahaan kargo dengan pemberlakuan Regulated Agent (RA). Walaupun biayanya terlihat kecil, sekitar Rp 400 rupiah, tapi itu sangat terasa jika harus dilakukan setiap hari.

Ia berharap untuk industri ekspedisi mampu disesaki oleh pemain lokal. “Local player kita tumbuh pada bisnis jasa ini. Sesulit apapun kondisi ekonomi kita jangan sampai kita menjadi tamu di negeri sendiri,” pesannya mengakhiri.


(korantangsel.com-Farhan)

Share this:

 
Copyright © 2014 RANSEL. Designed by OddThemes