BREAKING NEWS

Thursday, September 19, 2013

BAHAN BAKU BAJA MAHAL, PEMERINTAH JANGAN TINGGAL DIAM

bahan baku baja
BISNIS,korantangsel.com-Dari sisi kualitas, produk dalam negeri cukup unggul dibanding produk asing sejenis. Namun sejuta permasalahan mendera, membuat produk dalam negeri dijauhi. Tingginya biaya produksi, bahan baku yang mahal, serta beberapa regulasi yang mengambang, membuat daya saing produk dalam negeri menjadi rendah.
               
Yusman Novyanto, Direktur PT. Karbon Indo Niaga selaku anak perusahaan sekaligus distributor dari produsen Calcined Petroleum Coke (CPC) Indonesia mengatakan, ikut campur tangan pemerintah untuk mengurai persoalan yang menghambat daya saing industri baja nasional harus segera diatasi.

“Selaku produsen CPC yang bergerak di industri hulu baja, kami mendukung penuh adanya pertumbuhan industri baja dalam negeri dengan cara memberikan kualtas produk CPC yang baik, guna mendukung industri dalam negeri sehingga produk baja kita mempunyai added value serta memiliki harga yang lebih kompetitif untuk bersaing di dunia internasional,”  katanya.

Diungkapkannya, perusahaan baja di Indonesia selama ini masih menggunakan CPC atau carbonriser impor yang di antaranya berasal dari Cina atau India, yang harganya tentu jauh lebih murah dibaning carbonriser lokal buatan dalam negeri. Yusman mengungkapkan, hal ini dapat di atasi dengan cara adanya dukungan pemerintah untuk meringankan harga bahan baku CPC berupa material petroleum coke.

“Kami berkomitmen mendukung kemajuan industri dalam negeri. Di mana kami pun menggunakan raw material dari dalam negeri, namun harga yang diperoleh juga cukup tinggi. Sehingga hal tersebut menjadi kendala kami dalam menentukan strategi bisnis di dalam persaingan dengan pasar impor,” jelas Yusman.

Yusman menuturkan, seharusnya pemerintah turut serta mendorong industri CPC dalam negeri, salah satunya dengan memberikan harga yang rendah untuk bahan baku yang dihasilkannya. Dengan tujuan khusus penggunaan dalam negeri., diakuinya bahan baku untuk industri CPC yang dihasilkan di dalam negeri memiliki kandungan sulfur cukup rendah yaitu hanya 0,4 sampai 0,5 persen, yang berarti lebih ramah lingkungan apabila digunakan jika dibanding produk impor yang memiliki kandungan sulfur tinggi yaitu antara dua sampai lima persen.

Standar Nasional Indonesia
Penerapan standar nasional Indonesia (SNI) pada industri baja yang belum optimal, memperparah kondisi industri baja semakin tidak kompetitif. Jika penerapan SNI pada industri baja sudah efektif, maka produsen baja pasti akan memenuhi standarisasi dari rangkaian proses produksi yang disyaratkan. Namun karena pola pikir produsen yang ingin menurunkan biaya produksi, maka terdapat beberapa proses yang tidak dilakukan, diantaranya adalah penggunaan CPC tersebut.

 Penghentian ekspor raw material seperti bijih besi diharapkan mampu menumbuhkan kembali gairah industri hulu baja dalam negeri. “Tahun 2014 kemungkinan iron ore sudah tidak dapat di ekspor, ini menjadi peluang bangkitnya industry hulu baja dalam negeri dengan masuknya investor untuk pembangunan iron ore smelter di Indonesia,” harap Yusman.

 Senada dengan itu, Direktur Industri Material Dasar Logam Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur, Budi Irawan menargetkan, pertumbuhan industri baja mampu mencapai 10 persen pada kuarta II 2013 meski terjadi perlambatan karena ada lebaran. “Kami targetkan permintaan baja mencapai 10 juta ton untuk tahun ini,” ujarnya.

 (korantangsel.com - Farhan)


Share this:

 
Copyright © 2014 RANSEL. Designed by OddThemes