BREAKING NEWS

Thursday, December 3, 2020

BKR-ANTI KORUPSI DAN ICW SOROTI METODE KPK DALAM PENINDAKAN TERMASUK KASUS DUGAAN KORUPSI PEMBANGUNAN GEREJA KINGMI MILE 32 MIMIKA, PAPUA

BKR-ANTI KORUPSI DAN ICW SOROTI METODE KPK DALAM PENINDAKAN   TERMASUK KASUS DUGAAN KORUPSI PEMBANGUNAN GEREJA KINGMI   MILE 32 MIMIKA, PAPUA, Korantangsel.com

Nasional, Korantangsel.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI) saat ini tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Tahap I Tahun Anggaran 2015 di Kabupaten Mimika, Papua, yang diduga kuat melibatkan Bupati Mimika.

Hingga saat ini Tim Penyidik KPK telah memeriksa 30 saksi terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan gereja di Mile 32 Timika pada tahun anggaran 2015.

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri seperti dilansir dari antara menyatakan, 30 saksi sudah dimintai keterangannya terkait kasus tersebut. Jumlah tersebut kemungkinan akan bertambah. Pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan di Kantor BPKP Papua, Jayapura.


Lebih lanjut Ali Fikri menyampaikan bahwa KPK belum dapat menyampaikan secara detail pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut oleh karena adanya kebijakan pimpinan KPK yang menyatakan bahwa pengumuman tersangka akan dilakukan saat upaya paksa penangkapan atau penahanan telah dilakukan.


Menanggapi hal itu, Aldi Surya Kusuma, SH, Ketua Umum Benteng Komando Rakyat Anti Korupsi (BKR-Anti Korupsi) menjelaskan, “Dalam menangani kasus ini, KPK harus bekerja secara transparan dan akuntabel sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 5 UU No.19 Tahun 2019 tentang KPK, yaitu dengan menyampaikan perkembangan perkara maupun mengumumkan detail pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka, sebab terdapat Surat panggilan KPK terhadap sejumlah saksi yang didalamnya memuat nama-nama tersangka, telah tersebar luas ditengah masyarakat, oleh karenanya sesungguhnya detail nama-nama tersangka bukan lagi merupakan kategori informasi yang harus dirahasiakan dan/atau dikecualikan sebagaimana ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik”. Ujarnya.

“Apabila KPK tidak mengklarifikasi surat panggilan yang telah beredar luas tersebut maka berpotensi menimbulkan persoalan hukum lain, baik itu tuduhan surat panggilan palsu ataupun masyarakat dan pers bisa saja dikriminalisasi karena dianggap telah melakukan penyebaran berita bohong, Ujarnya.


Lebih lanjut Aldi mendesak KPK agar segera Menahan Tersangka Bupati Mimika, Papua yang dinilainya selama ini sering lolos dari jeratan hukum.


“Apabila para tersangka telah memenuhi unsur telah melakukan tindak pidana korupsimaka KPK harus segera melakukan upaya paksa berupa penahanan.

Terlebih berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012, dalam melakukan pembuktian KPK juga memiliki kewenangan untuk menghitung kerugiaan negara dalam perkara tindak pidana korupsi, sehingga tentunya KPK memiliki bukti yang kuat untuk menetapkan sesorang menjadi tersangka bahkan dapat langsung menahannya”.ujarnya

Disamping itu, seperti dilansir dari Jawapos.com, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik metode pola penindakan oleh KPK yang menyebut bahwa pengumuman tersangka lebih awal menjadi penyebab melarikan dirinya tersangka di KPK. ICW menilai, metode tersebut tidak tepat.


“Sebab, biasanya para tersangka sudah terlebih dahulu dikirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh KPK sebelum lembaga antirasuah itu menggelar konferensi pers penetapan tersangka,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.

Kurnia lantas mencontohkan, soal pengumuman tersangka mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi yang dilakukan jauh sebelum KPK mengumumkan penetapan tersangka.

Ini sesuai dengan mandat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 2015 yang lalu saat menguji Pasal 109 ayat (1) KUHAP.

Pengumuman penetapan tersangka, lanjut Kurnia, pada dasarnya merupakan pengejawantahan Pasal 5 UU KPK. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, KPK berasaskan pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.

“Sederhananya, konferensi pers penetapan tersangka merupakan bagian tanggung jawab KPK terhadap publik,” beber Kurnia.

Kurnia menegaskan, mestinya Nawawi paham bahwa KPK memiliki kewenangan untuk mencegah seseorang melarikan diri dengan menggunakan ketentuan Pasal 12 ayat (2) huruf a UU KPK. Menurutnya, Pasal ini menjelaskan KPK berwenang memerintahkan kepada instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

“Jadi kalau dirasa seorang tersangka berpotensi melarikan diri, ya KPK tinggal gunakan saja ketentuan itu,” tegas Kurnia.

(Korantangsel.com, Hasan)

Share this:

 
Copyright © 2014 RANSEL. Designed by OddThemes