TANGERANG
RAYA,korantangsel.com- Terkait
dengan wacana MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang hendak mewajibkan jasa Advokat
harus bersertifikasi Halal, pro dan kontra terus bermunculan baik di dalam
tubuh MUI sendiri maupun dari masyarakat.
Hal tersebut banyak mendapatkan
tanggapan salah satunya dari Alexander Waas, SH, MH Ketua Himpunan Advokat Muda
Indonesia (HAMI) Bersatu DPD Propinsi Banten. Menurutnya hal tersebut sangat
mengada-ngada dan tidak ada dasar hukum yang jelas untuk mengatur hal tersebut.
"MUI ini ngawur, cari onar sama profesi advokat, hati-hati malah jadi
bumerang nantinya." ujarnya saat diwawancarai.
"Advokat itu officium nobile,
profesi yang mulia dan terhormat, yang menjalankan profesi ini semuanya
memiliki keahlian di bidang hukum, jadi ga perlu lah MUI sok menafsirkan bahwa
klausul "jasa" di dalam UU Jaminan Produk Halal mencakup di dalamnya
jasa advokat, lalu bagaimana jasa yang lainnya? Jasa periklanan, jasa angkutan,
jasa kesehatan, dll? Ga ada parameter yang jelas untuk mengukur halal atau
tidaknya jasa Advokat, kami ini sudah diikat sumpah profesi dan kode etik itu
sudah lebih dari cukup, jadi jangan lah MUI konyol, masih banyak urusan lain
yang lebih penting untuk diurus oleh MUI, jangan cari penyakit mau berurusan
dengan advokat se-Indonesia." sambung Managing Partner dari Alexander Waas
& Associates Law Office ini.
Di tempat berbeda Wakil Ketua
Komisi VIII DPR RI yang juga menjabat sebagai Ketua Panja RUU Jaminan Produk
Halal, Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, kalau undang-undang ini hanya
difokuskan untuk produk yang dikonsumsi seperti makanan, minuman, serta barang
gunaan lainnya. “Tapi setahu saya, yang lebih kita fokuskan itu terlebih dahulu
adalah yang makanan, minuman, kosmetik, obat, dan produk gunaan lainnya. Jadi
fokus utamanya jadi kita di situ dulu,” ujarnya.
(korantangsel.com,
dadi)