TANGERANG RAYA,korantangsel.com- Ricky Umar
seorang pengacara ternama di wilayah Tangerang melaporkan oknum jaksa yang
bertugas di Kejaksaan Negeri Tangerang ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)
lantaran pihaknya menduga ada permainan dalam penanganan kasus klien-nya.
Dalam aduannya tersebut Ricky melihat ada mafia kasus yang dipertontonkan jaksa. Dirinya menyebut salah seorang jaksa berinisial S telah mencoba melarikan kasus pidana menjadi kasus perdata.
Jaksa S yang menangani kasus penggelapan 24 mobil senilai Rp4,5 miliar dituding Ricky telah mengarahkan agar terdakwa terbebas dari jerat hukum. "Dia (S) seolah-olah bertindak buka lagi sebagai jaksa, lebih mirip kuasa hukum terdakwa," tuding Ricky.
Sebab, kata Ricky, jaksa S beberapa kali menolak kasus ini sampai ke sidang pidana. Seperti seakan kasus itu akan dilarikan ke perdata. "Awalnya sih keliatan bener serius, dia minta ke polisi agar di split. Sesusah displit keduanya (tersangka). Minta saksi dalam arahannya, dan dia bilang bahwa perbuatan terdakwa berlanjut. Sampai disitu jaksa artinya sudah yakin ada pidana. Bahwa ditambahkan Pasal 64 ayat 1," katanya.
Namun, kembali jaksa memberikan petunjuk agar diberikan bukti kesengajaan dengan kesadaran. Nah, menurut Ricky jaksa di saat itu sudah mulai terlihat aneh, karena selain meminta bukti yang seperti itu, juga tidak mengedepankan jerat status pada otak pelaku penggelapannya.
“Masa yang dilanjutkan ke persidangan justru istrinya, bukan suaminya. Sudah begitu diarahkan ke perdata lagi,” Ricky.
Latar belakang kasus, menurut Rick kasus ini terjadi menimpa kliennya bernama Hady Setiawan warga Pejaringan, Jakarta Utara. Hady melaporkan kasus penipuan dan penggelapan atas modal usaha kerjasama jual beli mobil di Taman Palem, Karawaci, Tangerang kepada Agus Pranata Halim dan istrinya Bun Fie-fie pada 2013 lalu.
Awal kerjasama satu tahun berjalan mulus, namun setelah setahun kerjasama tersebut tak berjalan. Pasalnya modal usaha sebesar Rp4,5 miliar digelapkan pelaku. “Kasus ini sudah tahu saya ujungnya akan membebaskan terdakwa, karena sudah bermain mafia kasus di sini,” ujar Ricky.
Dalam aduannya tersebut Ricky melihat ada mafia kasus yang dipertontonkan jaksa. Dirinya menyebut salah seorang jaksa berinisial S telah mencoba melarikan kasus pidana menjadi kasus perdata.
Jaksa S yang menangani kasus penggelapan 24 mobil senilai Rp4,5 miliar dituding Ricky telah mengarahkan agar terdakwa terbebas dari jerat hukum. "Dia (S) seolah-olah bertindak buka lagi sebagai jaksa, lebih mirip kuasa hukum terdakwa," tuding Ricky.
Sebab, kata Ricky, jaksa S beberapa kali menolak kasus ini sampai ke sidang pidana. Seperti seakan kasus itu akan dilarikan ke perdata. "Awalnya sih keliatan bener serius, dia minta ke polisi agar di split. Sesusah displit keduanya (tersangka). Minta saksi dalam arahannya, dan dia bilang bahwa perbuatan terdakwa berlanjut. Sampai disitu jaksa artinya sudah yakin ada pidana. Bahwa ditambahkan Pasal 64 ayat 1," katanya.
Namun, kembali jaksa memberikan petunjuk agar diberikan bukti kesengajaan dengan kesadaran. Nah, menurut Ricky jaksa di saat itu sudah mulai terlihat aneh, karena selain meminta bukti yang seperti itu, juga tidak mengedepankan jerat status pada otak pelaku penggelapannya.
“Masa yang dilanjutkan ke persidangan justru istrinya, bukan suaminya. Sudah begitu diarahkan ke perdata lagi,” Ricky.
Latar belakang kasus, menurut Rick kasus ini terjadi menimpa kliennya bernama Hady Setiawan warga Pejaringan, Jakarta Utara. Hady melaporkan kasus penipuan dan penggelapan atas modal usaha kerjasama jual beli mobil di Taman Palem, Karawaci, Tangerang kepada Agus Pranata Halim dan istrinya Bun Fie-fie pada 2013 lalu.
Awal kerjasama satu tahun berjalan mulus, namun setelah setahun kerjasama tersebut tak berjalan. Pasalnya modal usaha sebesar Rp4,5 miliar digelapkan pelaku. “Kasus ini sudah tahu saya ujungnya akan membebaskan terdakwa, karena sudah bermain mafia kasus di sini,” ujar Ricky.
Selain itu Ketua Benteng Komando Rakyat (BKR) Anti Korupsi,
Alexander Waas,SH, melalui Juru Bicaranya, Aldi Surya Kusumah, SH
“terkait hal ini kami melihat bahwa memang ada indikasi terkait
penyuapan yang ada dalam KUHP pasal 210 tentang penyuapan terhadap hakim dan
penasihat persidangan dan hukuman yang diberikan ada dalam pasal. 420 KUHP,
kepada jaksa dan selama kami mengontrol persidangan dari awal ada beberapa
kejanggalan terkait perkara pidana ini,” katanya saat di wawancarai oleh tim
reporter korantangsel.com di ruangannya.
“kami sudah mendapatkan beberapa informasi terkait penyuapan
tersebut melalui berkas yang didapat dari Law Firm Ricks and Pandawa. Upaya
yang akan kami lakukan adalah membuat laporan kepada Komisi Pemberantas Korupsi
(KPK),” tambahnya.
“Dan kami BKR ANTI KORUPSI akan terus mengawal dan mengotrol
persidangan ini sampai selesai dan bukan hanya perkara ini saja tetapi perkara
lain pun akan kami kontrol dengan team yang lain sebagai mitra KPK,” ujar Juru
Bicara BKR Anti Korupsi dengan tegas.
(korantangsel.com, iyar)