TANGERANG
SELATAN,korantangsel.com- Sebanyak 1850
warga Kecamatan Serpong masih hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka
dikategorikan miskin karena tidak memiliki penghasilan tetap, rumah masih
terbuat dari bilik bambu, hingga lantai rumah masih tanah. Warga miskin
tersebut tersebar di sembilan kelurahan yang ada di Kecamatan Serpong.
Camat Serpong Durahman
mengungkapkan, jumlah warga miskin tidak mengalami peningkatan dari tahun lalu.
Inidikasinya bisa terlihat dari jumlah penerima bantuan langsung tunai ataupun
penerima beras untuk rakyat miskin. Kata dia, angka 1.850 warga miskin
terhitung sedikit bila dibanding jumlah warga secara keseluruhan yang mencapai
114 ribuan. “Kalau prosentase kecil karena hanya 1.850 jiwa berbanding jumlah
keseluruhan warga mencapai 114 ribu,” katanya, saat ditemui di ruang kerjanya.
Durahman mengatakan,
umumnya warga miskin adalah warga asli. Mereka menjadi miskin lantaran tidak
mampu bersaing dengan pendatang yang memiliki pendidikan lebih tinggi.
Sementara pendidikan penduduk asli ini, hanya SD hingga SMP. Dengan berbekal
pendidikan tersebut, rasanya sulit memiliki pekerjaan yang membutuhkan skill
lebih bagus. Dijelaskan sebagai kota perdagangan dan jasa, perusahaan
lebih membutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampun ketimbang hanya tenaga
kasar.
Kata dia, pihaknya
terus berupaya untuk memberantas kemiskinan. Seperti dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan, mulai dari menjahit hingga salon. Adanya pelatihan ini
bisa mengasah warga untuk memiliki kemampuan sehingga mampu bersaing saat masuk
ke dunia kerja.
“Kegiatan ini telah
berlangsung setiap tahun. Alhamdullilah sedikit demi sedikit banyak warga tidak
mampu bisa lepas dari jeratan kemelaratan,” imbuhnya.
Dirinya optimistis
kemiskinan di Kecamatan Serpong terus menurun. Selain karena adanya pelatihan, akses
pendidikan terus ditingkatkan. Artinya program biaya pendidikan menjadi skala
prioritas. Ia yakin bila warga Tangsel bisa mengakses pendidikan dengan baik,
warga miskin akan terkikis.
Meski ribuan warga di
Kecamatan Serpong hidup dalam kemiskinan, namun berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Tangsel, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah bekas
pemekaran Kabupaten Tangerang ini paling bagus di antara daerah lain di
Provinsi Banten. BPS mencatat IPM di Kota Tangsel mencapai 77,13 persen. IPM
sendiri adalah indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya
membangun kualitas hidup manusia.
Ada beberapa kategori
untuk mengukur IPM, seperti angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata
lama sekolah dan pengeluaran per kapita disesuaikan. “Kota Tangsel IPMnya
tinggi karena berbagai sarananya, mulai dari akses pendidikan hingga kesehatan
amat menunjang. Bila hal ini terpenuhi akan meningkatkan SDM yang
berimplikasi tingginya IPM,” kata Kepala BPS Kota Tangsel Darusman.
Tingginya IPM di Kota
Tangsel tidak terlepas dari kota tersebut yang memiliki berbagai sarana
penunjang. Seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Ia
mencontohkan angka harapan hidup di Kota Tangsel, mencapai 69,17 tahun,
tertinggi dibanding tujuh kabupaten/kota lainnya. Rata-rata di Banten sendiri
angka harapan hidup hanya 65,47 tahun.
Untuk melek huruf,
mencapai 98,62 persen, lebih tinggi dari rata-rata di Banten yang mencapai
96,87 persen. Adapun rata-rata lama sekolah di Kota Tangsel mencapai 10,99
tahun, lebih tinggi dari rata-rata di Banten yang hanya 8,61 tahun. Pengeluaran
per kapita mencapai Rp 652,52 per tahun, lebih tinggi dibanding rata-rata
Banten yang hanya Rp 639,28 per tahun.
(korantangsel.com,
usni)