TANGERANG
SELATAN,korantangsel.com- Mainan yang
menggunakan bahan berbahaya dan tidak aman masih marak beredar, mengancam
keselamatan dan keamanan anak-anak Indonesia, untuk itu diperlukan sebuah
standar keamanan mainan anak yang tidak saja melindungi anak Indonesia tetapi
juga mendukung keberlangsungan Usaha Industri Dalam Negeri maupun
Importir selaku pelaku industry, kolaborasi yang sinergis diantara para
pemangku kepentingan ini dapat memperluas akses konsumen terhadap mainan anak
yang berkualitas, sekaligus mengikis peredaran mainan yang tidak aman, hal ini
terungkap dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Importir dan
Distributor Mainan Indonesia (AIMI), hari ini di Living World Alam Sutra Kota
Tangerang Selatan (27/11).
Tony Sinambela
menyatakan Hasil uji lab independen yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) tahun 2011 terhadap mainan yang beredar di pasar tradisional
(non-retail modern) menunjukkan adanya kandungan logam yang bervariasi dengan
nilai tertinggi untuk logam plumbum, hidrargirum, cromiun dan cadmium “
Indonesia akan segera menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mainan
di bulan April 2014.
“Kementerian
Perindustrian Indonesia, Kriteria mainan aman menurut SNI adalah tidak
boleh memiliki tepi tajam serta tidak boleh mengandung bahan yang dikategorikan
berbahaya. Selain itu, mainan anak yang terdiri dari banyak bagian harus
disertai petunjuk jelas untuk memainkannya,” tambah Tony Sinambela, Kepala
Pusat Standardisasi,
Menurut Eko Wibowo
mengatakan ada banyak sekali mainan anak yang tidak aman yang masuk ke
Indonesia saat ini, sayangnya tidak semua mainan itu memenuhi standar dan
banyak juga yang masuk ke Indonesia tidak secara resmi, semua Anggota Asosiasi
Importir dan Distributor Mainan Indonesia, AIMI berkomitmen untuk menggalakkan
pemahaman masyarakat tentang mainan anak yang aman, berkualitas dan
mendidik”. tegasnya Ketua Asosiasi Importir dan Distributor Mainan Anak
Indonesia
Keberhasilan program
edukasi mengenai keamanan mainan anak bertumpu pada partisipasi segenap
pemangku kepentingan yaitu pemerintah sebagai regulator, produsen dan impotir
yang memastikan bahwa mainan yang sampai di tangan konsumen sesuai standar
keamanan, serta tak kalah penting adalah peran orang tua. Orang tua
diharapkan lebih jeli dalam membeli mainan anak. “Jangan memilih mainan
semata karena
harganya yang murah, yang lebih penting
adalah memilih
mainan sesuai usia anak, tidak terpengaruh iklan, membiasakan membaca label,serta mengajak anak mencuci tangan setelah bermain,” tegas Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI).
AIMI menjabarkan
ciri-ciri mainan aman yang pertama pada kemasan tertulis peringatan mengenai
bahaya yang dapat ditimbulkan oleh mainan tersebut, seperti Bahaya tertelan
untuk bagian yang terkecil, dan yang kedua pada kemasan tertera informasi
mengenai usia anak yang cocok (batas minimum dan maksimum usia) untuk dapat
memainkan mainan tersebut, dan yang ketiga dalam beberapa produk pada
kemasannya juga dicantumkan simbol-simbol standardisasi internasional, seperti
EN71, CE, ASTM dan sebagainya; dan yang keempat pada kemasan juga tertulis
produsen mainan tersebut.
Secara fisik memang
tidak mudah menentukan apakah suatu mainan itu aman. Indikasi awal dapat
dilihat dari apakah ada bagian-bagian yang tajam atau kecil dan mudah terlepas
karena dikhawatirkan bisa melukai dan tertelan oleh anak, cat yang berwarna
sangat cerah biasanya banyak mengandung timbal sehingga ada resiko melebihi
batasan maksimal, selain itu apabila catnya mudah terlepas atau membekas di
tangan maka sangat berbahaya untuk dimainkan oleh balita yang masih suka
memasukkan benda atau tangan ke dalam mulut.
AIMI menghimbau
seluruh pihak untuk melindungi anak-anak dari mainan berbahaya dengan
melibatkan produsen, distributor, pemerintah, lembaga-lembaga pengawas dan
orang tua agar anak-anak terjaga dari mainan yang membahayakan.