NASIONAL, korantangsel.com- (Kota Tangerang) Hepriyadi Zaicily, S.T., M.M. Pendidik, Sekretaris DPD Partai Gelora Kota Tangerang, Wakil Ketua 7 TKD Koalisi Indonesia Maju Kota Tangerang, Caleg DPRD Provinsi Banten 7.
Pada tanggal 14 Februari 2024 Indonesia akan menggelar pesta demokrasi
terbesar, yaitu pemilihan Presiden dan Anggota Legislatif. Saat ini tahapan
menuju Pemilu 2024 sudah memasuki masa kampanye untuk mengenalkan visi-misi
para kandidat.
Seperti diketahui bersama bahwa Pemilu 2024 nanti akan diikuti oleh tiga
pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, yakni nomor urut 1 Anies
Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming
Raka dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Ketiga paslon tersebut sudah berkampanye dan menyapa masyarakat langsung
untuk menawarkan visi-misi dan program unggulannya. Ketiga pasangan Calon Presiden
dan Calon Wakil Presiden juga telah mengikuti beberapa debat yang disiarkan
langsung di beberapa stasiun televisi dan kanal-kanal youtube sehingga
masyarakat Indonesia bisa menilai langsung keunggulan program yang ditawarkan
masing-masing capres.
Sektor pendidikan menjadi salah satu visi penting yang harus diuji oleh
publik karena sektor ini menjadi kunci penting bagi kemajuan bangsa dan negara.
Para calon presiden harus memiliki program unggulan untuk memperbaiki berbagai
persoalan di dunia pendidikan dengan tetap mempertahankan program yang sudah
baik.
Publik menanti bagaimana calon presiden memposisikan visi pendidikan ke
dalam prioritas pembangunan ke depan. Jangan sampai calon pemimpin malah
menempatkan visi pendidikan diurutan sekian dan tidak diposisikan dalam urutan
yang sentral. Ini sangat penting diketahui masyarakat Indonesia karena
menyangkut masa depan Indonesia lima tahun ke depan.
Selain itu, sektor pendidikan sangat penting sebagai upaya mencetak
sumber daya manusia yang unggul agar mampu menghadapi era bonus demografi.
Masalah Pendididikan Kualitas pendidikan Indonesia masih di bawah negara-negara
tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Karena itu, siapa pun presiden yang
terpilih pada Pemilu 2024 nanti harus memiliki komitmen untuk menyelesaikan
berbagai masalah di sektor pendidikan.
Perlu disadari bersama bahwa pendidikan kita masih menghadapi berbagai
masalah serius. Di tingkat global kualitas pendidikan Indonesia masih belum
menggembirakan. Peringkat Indonesia pada tahun 2023 berada di urutan ke-67 dari
209 negara di dunia.
Urutan ini berdampingan dengan Albania di posisi ke-66 dan Serbia di
urutan ke-68. Ketimpangan pendidikan antara perkotaan dan pedesaan merupakan
persoalan yang memprihatinkan. Ketimpangan ini tampak dari keterbatasan
fasilitas pendidikan, ketersediaan guru dan keterbatasan alat pendukung
lainnya. Dunia pendidikan kita juga masih menghadapi persoalan angka putus
sekolah yang cukup tinggi di mana pada tahun ajaran 2022/2023 angkanya mencapai
76.834 orang.
Masalah lainnya adalah kesejahteraan guru. Misalnya, guru honorer kita
masih menghadapi masalah gaji yang nominalnya jauh dari apa yang mereka
harapkan. Para guru honorer hanya mendapatkan upah antara Rp 300 ribu sampai Rp
500 ribu per bulan.
Tentu saja besaran gaji itu tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari
mereka. Masalah terakhir adalah digitalisasi pendidikan. Digitalisasi
pendidikan menjadi hal yang sangat penting dilakukan di era sekarang mengingat
digitalisasi sudah masuk ke seluruh bidang kehidupan.
Sayangnya, digitalisasi ini tidak mudah dilakukan karena akses ke
jaringan internet belum merata, terutama di daerah pelosok. Pemimpin Ideal
Melihat berbagai persoalan di atas, kita membutuhkan capres ideal yang
benar-benar peduli terhadap sektor pendidikan. Dalam kontesk inilah presiden
yang terpilih nanti harus punya visi pendidikan yang jelas dan tepat guna
mengurai segala persoalan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini.
Karenanya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh presiden terpilih
pada Pemilu 2024 yang salah satunya adalah mengevaluasi kebijakan pendidikan
nasional yang dirasa memperlambat pencapaian pembangunan dalam sektor
pendidikan. Misalnya, kebijakan program belajar 12 tahun, apakah sudah tercapai
sesuai target atau perlu ditambah menjadi wajib belajar 16 tahun agar
capaiannya lebih luas.
Di samping itu, presiden terpilih harus memiliki peta jalan yang jelas
terkait sektor pendidikan agar pembangunannya lebih terarah dan terstruktur.
Terakhir, pemimpin ke depan mesti memiliki gagasan brilian dan berani membuat
terobosan untuk kemajuan dan perbaikan dunia pendidikan yang lebih baik.
(korantangsel.com, sumber)